Oleh Sayyidah Mukharomah
Pembelajaran proyek penguatan profil pelajar Pancasila, khususnya tema suara demokrasi, menuntut siswa untuk kreatif. Kreativitas peserta didik difasilitasi melalui pembuatan mandala dari berbagai benda yang ada di sekitarnya. Dalam pembelajaran ini, peserta didik membuat sebuah lingkaran yang berasal dari gabungan dan kreasi berbagai benda dengan pola simetris. Benda tersebut dapat berupa kertas, kerikil, daun, ranting, bunga atau tutup botol bekas.
Konsep mandala dalam dunia pendidikan Indonesia berasal dari mandala kadewaguruan yang merupakan pusat pendidikan era Majapahit. Mandala kadewaguruan adalah tempat bagi peserta didik masa itu mempelajari filsafat, nilai-nilai agama dalam kitab suci, dan nilai-nilai kehidupan agar mereka menjadi pribadi-pribadi yang bermartabat. Di wilayah Pulau Bangka, mandala adalah langgam yang sangat dekat dengan realitas masyarakat. Konfigurasi lingkaran ini terlukis indah pada tudung saji adat Nganggung yang melambangkan integritas, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pembelajaran mandala berimplikasi positif pada penguatan nilai-nilai karakter dalam profil pelajar Pancasila, yaitu: berakhlak mulia, kreatif, bernalar kritis, mandiri, dan bergotong royong.
Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum prototype yang dirancang sebagai upaya untuk mengatasi krisis dan ketidakseimbangan kualitas pembelajaran. Hal yang membedakan pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan Kurikulum Merdeka adalah adanya kegiatan proyek yang diarahkan untuk membentuk karakter peserta didik agar sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Proyek penguatan profil pelajar Pancasila adalah pembelajaran lintas disiplin ilmu yang didesain untuk memberikan pengalaman kontekstual kepada peserta didik dengan cara menelaah suatu tema menarik, memecahkan masalah, memikirkan solusi dan melakukan aksi nyata. Proses menghasilkan sebuah proyek membawa peserta didik dalam aktivitas knowledge experience sebagai bagian dari penguatan karakter dengan belajar mandiri dari fenomena yang ada pada lingkungan sekitarnya.
Proyek penguatan profil pelajar Pancasila dilaksanakan untuk mewujudkan peserta didik yang memiliki karakter kreatif, bernalar kritis, dan mampu mengekspresikan diri sesuai dengan kompetensinya. Pembelajaran dengan proyek tidak melihat kemampuan kognitif sebagai hasil utama dari dunia pendidikan. Namun, memandang pembelajaran sebagai sebuah aktivitas bermakna yang membimbing peserta didik menjadi pelajar sepanjang hayat, kompeten dan berperilaku mulia sebagai wujud warga negara Indonesia yang memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Suara demokrasi diangkat sebagai tema menarik dalam pelaksanaan proyek penguatan profil pelajar Pancasila. Pembelajaran dengan proyek diselenggarakan untuk menciptakan budaya berpikiran terbuka, senang mempelajari hal baru dan kolaboratif (Kemendikbudristek, 2022: 12). Pembelajaran dapat dilaksanakan dengan membuat mandala dari berbagai benda yang ada di sekitar peserta didik. Konsep mandala dekat dengan budaya masyarakat Bangka yang memiliki adat Nganggung. Peserta didik melakukan investigasi terkait konsep mandala pada kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya pada tudung saji adat Nganggung masyarakat Bangka.
Beragam mandala diciptakan dalam kolaborasi kelompok sebagai wujud inovasi, kerjasama, dan gotong royong. Eksplorasi terhadap mandala tudung saji dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan serta memacu kreativitas peserta didik untuk mengalami pembelajaran bermakna sebagai bagian dari masyarakat Bangka. Pada fase ini, membuat mandala tidak hanya sekedar menyusun benda menjadi lingkaran, tetapi merupakan proses mempersiapkan peserta didik agar dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan bangsa dengan memiliki karakter profil pelajar Pancasila. Mandala juga erat kaitannya dengan mandala kadewaguruan sebagai pusat pendidikan era Majapahit. Oleh karena itu, konsep mandala sangat penting untuk dikaji dan diidentifikasi guna menggali manfaat serta fungsinya dalam pembelajaran proyek penguatan profil pelajar Pancasila.
Mandala berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti lingkaran. Mandala adalah pola desain simbol yang dibuat untuk merepresentasikan keutuhan secara personal maupun secara kosmologis (International Design School). Sebagai contoh, candi Borobudur merupakan arsitektur mandala tiga dimensi perpaduan antara lingkaran dan persegi yang melambangkan keluhuran, keagungan, spiritualitas, dan daya cipta manusia dalam hubungannya dengan alam semesta dan Tuhan. Filosofi mandala tidak hanya berupa lingkaran yang tergambar jelas secara nyata. Namun, mandala adalah simbol bermakna kekuatan, kekuasaan, ideologi, mahakarya dan spirit intelektualitas.
Sueca (2013) memaparkan bahwa Majapahit memiliki sistem pendidikan yang baik dengan lembaganya disebut mandala kadewaguruan sebagai Pusat Pendidikan. Sedangkan O Walters (dalam Oktafiana: 2017) mengemukakan bahwa peta sejarah Asia Tenggara berkembang dari jejaring kekuasaan yang muncul dalam serpihan-serpihan yang saling tumpah tindih membentuk mandala tanpa batas-batas geografis. Uraian-uraian diatas menggambarkan bahwa mandala adalah garis-garis implisit yang saling mengikat dan bergabung menjadi lingkaran pengetahuan, kekuatan dan kekuasaan.
Mandala tudung saji merupakan bentuk akulturasi antara budaya Islam dengan budaya Hindu-Buddha. Integrasi bentuk simetris warna merah, kuning dan hijau berpadu menjadi sebuah lingkaran. Mandala tudung saji adalah identitas budaya Bangka dan kekuatan bagi kesatuan komunitas adat, yaitu dengan eksistensi budaya Ngaggung yang mengakar secara turun temurun. Filosofi lingkaran pada mandala melambangkan masyarakat yang terus bergerak secara dinamis, berkelanjutan, tidak terputus, dan tidak memiliki titik akhir. Dalam hal ini tentu kehidupan masyarakat yang berkualitas, berintegritas, dan mencapai kemakmuran. Mandala merepresentasikan visi dan misi masyarakat Bangka yang menyampaikan cita-cita dan pesan tersirat dari para tetua adat kepada generasi penerusnya agar dapat tercipta masyarakat yang rukun, penuh toleransi dan empati.
Dalam proyek yang sederhana, peserta didik diarahkan untuk mengumpulkan berbagai benda yang ada di lingkungan sekitar, seperti: kertas, kerikil, daun, bunga, atau ranting. Kemudian benda-benda ini disusun dan digabungkan hingga berpola lingkaran dengan memperhatikan komposisi warna, ukuran dan bentuk agar mandala yang dihasilkan bagus dan indah. Pembuatan mandala dilaksanakan dalam kelompok diskusi yang saling menerima, berbagi pendapat dan berkolaborasi untuk mewujudkan bentuk yang telah disepakati bersama. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi kelompok untuk memaparkan makna kolaborasi selama proses pembuatan mandala dan makna mandala yang telah diselesaikan. Pada tahap berikutnya, peserta didik menganalisis keberadaan mandala tudung saji pada masyarakat Bangka sebagai wahana yang memberikan pengalaman dan pengetahuan sehingga tercipta masyarakat yang damai dan tentram.
Dalam proyek yang lebih kompleks, satuan pendidikan dapat membuat kegiatan melukis tudung saji dengan tema mandala khas Bangka. Peserta didik secara bersama-sama menuangkan warna dan kreasi pada tudung saji yang belum diwarnai hingga terlukiskan mandala yang indah. Peserta didik yang melukis harus dapat mengevaluasi konsep mandala tudung saji dan hubungannya dengan demokrasi yang ada di Indonesia. Kegiatan gelar karya menjadi puncak pembelajaran proyek dengan menyelenggarakan adat Nganggung di sekolah menggunakan tudung saji yang telah berhiaskan mandala sebagai penutup dulang.
Keterlibatan peserta didik dalam membuat mandala membentuk pengalaman dan pengetahuan bersama. Aksi nyata ini dapat menumbuhkan karakter profil pelajar Pancasila, khususnya berakhlak mulia, gotong royong, bernalar kritis, mandiri dan kreatif. Peserta didik dengan segala keberagamannya bekerjasama memberikan gagasan untuk mencapai bentuk mandala yang telah disepakati. Mereka membuat sebuah komitmen untuk saling menerima, berpikir, bereksplorasi dan berkreasi secara mandiri sehingga tercipta mandala sebagai hasil dari olah rasa, olah karsa dan olah karya.
Tonggak awal pendidikan di Indonesia dimulai di daerah pegunungan yang disebut dengan mandala kadewaguruan (Purwanto dan Titasari, 2020). Dinasti Majapahit menjadikan mandala sebagai tempat belajar mengajar. Seorang ksatria yang akan terjun dalam pemerintahan akan menimba ilmu terlebih dahulu pada sebuah mandala hingga dewaguru menganggap ia cakap dan cukup ilmunya untuk mengabdi pada negara. Pembuatan mandala dalam proyek penguatan profil Pancasila adalah pembelajaran untuk menanamkan nilai gotong royong, pemanfaatan lingkungan, budi pekerti, dan menciptakan inovasi berbasis kearifan lokal. Pembelajaran membuat mandala dalam kelompok merupakan replika pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Setiap peserta didik adalah anggota masyarakat, sebagaimana digambarkan pada ruang kelas yang melakukan musyawarah dalam komunitas kecilnya sehingga tercapai kata mufakat.
Pembuatan mandala tidak bermuara pada pencapaian nilai kognitif, tetapi pada pembangunan budaya positif. T. Ramli (2003) menyatakan bahwa esensi pendidikan karakter adalah pendidikan akhlak dan moral. Dalam penerapannya pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang baik, dan itu sama sekali tidak terikat dengan angka dan nilai (Aunillah, 2011:22). Oleh karena itu, pendidikan karakter dikatakan berhasil apabila peserta didik memiliki karakter mulia yang tampak pada sikap terpuji dan tingkah laku yang baik. Dalam pembuatan mandala peserta didik dilatih untuk menjadi individu yang terbuka terhadap segala perbedaan, kritis terhadap perubahan dan kreatif dalam menciptakan penemuan-penemuan baru. Peserta didik juga dibimbing untuk memiliki penghargaan dan apresiasi pada setiap pencapaian yang dimiliki oleh orang lain, karena pada dasarnya setiap individu dapat memberikan kontribusinya. Proses ini menggambarkan bagaimana melihat perbedaan sebagai kekuatan untuk semakin erat bergandengan tangan dan berproses mencapai kesuksesan bersama.
Untuk itu, pembuatan mandala merupakan pembelajaran yang dilaksanakan pada proyek penguatan profil pelajar Pancasila tema suara demokrasi. Konsep mandala sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Bangka yang tercermin pada mandala tudung saji adat Nganggung. Peserta didik belajar menyusun mandala dengan melakukan kolaborasi, diskusi dan kompromi dalam kelompok. Kolaborasi ini menanamkan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam profil pelajar Pancasila, yaitu: kreatif, bernalar kritis, mandiri, dan bergotong royong. Pendidikan karakter yang diselenggarakan merupakan sumber utama pembangunan agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berbudi luhur dan berakhlak mulia.
Daftar Pustaka:
Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Laksana.
Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan; Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. 2022. Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
International Design School. 2021. Apa Itu Desain Mandala?. Diakses pada 13 Oktober 2022, dari https://idseducation.com/apa-itu-desain-mandala/
Oktafiana, Sari. 14 Desember 2017. Mandala di Antara Makna Spiritual dan Sosial Politik. Diakses pada 13 Oktober 2022, dari https://www.kompasiana.com/sarioktafiana/5a31fd1316835f1a8070de48/mandal...
Purwanto, Heri dan Titasari, Coleta Palupi. 2020. Mandala Kadewaguruan: Tempat Pendidikan Keagamaan di Lereng Barat Gunung Lawu Abad XIV–XV Masehi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 5(1), 13-42.
Sueca, I Nyoman. 2013. Pusat Pendidikan Hindu Era Majapahit. Jurnal Science and Religion Discourse; Resolusi Problem Pendidikan Agama Hindu Menyongsong Masyarakat 5.0, 77-84.