Oleh: Sangdi*
Abstract
Basically, psycholinguistic is the study ofthe relationship between language and the mind.Language acquisition, one of the psycholinguistic studies, has gotten a great attention in Psycholinguist community. This essay tries to critically evaluate a way of thinking developed among Psycholinguist (Noam Chomsky is one of them) which related to the Language Acquisition Device (LAD) into the acquisition language in adults.
Key words: Language Acquisition, Nativism, Language Acquisition Device (LAD), Language Acquisition in Adult.
Abstrak
Pada dasarnya psikolinguistik adalah studi yang membahas tentang hubungan antara bahasa dan pikiran. Pemerolehan bahasa merupakan salah satu kajian dari psikolinguistik yang mendapat perhatian besar dari kalangan ahli psikolinguistik. Tulisan ini mencobah menelaah secara kritis pemikiran yang berkembang dikalangan tokoh Psikolinguistik (Noam Chomsky adalah salah seorang dari mereka) berkenaan dengan Alat Pemerolehan Bahasa (LAD) dalam pemerolehan bahasa pada Anak.
Alat Pemerolehan Bahasa (LAD) mempunyai peran yang besar dalam perkembangan proses pemerolehan bahasa pada anak. Pengaruh kekuatan LAD dalam otak, pengaruh proses dalam produksi kata, peran seseorang dalam memperoleh bahasa dan umur seorang anak, mempengaruhi perkembangan pemerolehan bahasa khususnya pada masa pembelajaran. Setelah teori alatpemerolehan bahasa, keberadaan teori LAD masih tetap eksis, berkembang, bahkan muncul beberapa ahli psikolinguistik seperti Clark, Neil dan lainnya.
Kata Kunci: Pemerolehan Bahasa, Nativisme, Alat Pemerolehan Bahasa, Pemerolehan Bahasa pada Anak.
Pendahuluan
Sebenarnya psikolinguistik adalah sebuah kajian lintas ilmu, dua cabang keilmuanyang tergabungkan menjadi satu, psikologi dan linguistik. Psikologi berasal dari bahasaYunani, yaitu psice dan logos, psice yang dalam bahasa Inggris bersinonim dengan soul, mind, dan spirit yang mempunyai arti jiwa, sedangkan logos artinya nalar, logika atau ilmu.jiwa, dalam bahasa Arab disebut dengan nafs atau ruh yang merupakan masalah yang abstrak. Secara harfiah psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan jiwa manusia.[1]
Linguistik secara umum lazim disebut dengan ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Linguistik memperoleh kedudukan sebagai ilmu yang mandiri (otonom) yang sebenarnya baru muncul pada permulaan abad ke-20, yaitu setelah terbitnya buku yang ditulis Ferdinand de Saussure (1916), Cours de Linguistique Generale, kemudian karya E. Sapir (1912), Language, an Introduction to Study of Speech, serta terbitnya buku L. Bloomfield (1933) Language.[2]
Psikolinguistik sebuah perpaduan dari dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan pula.namun, keduanya sama-sama mengkaji perilaku berbahasa. Melalui kedua disiplin ilmu ini diharapkan dapat diperoleh sebuah hasil kajian yang lebih baik dan bermanfaat.
Hubungan sinergis antara kedua disiplin ini pada awalnya disebut linguistics psychology dan ada juga yang mengatakan psychology of language dengan penekanan yang berbeda pada keduanya. Kemudian sebagai hasil yang lebih sistematis lahirlah sebuah ilmu baru yang disebut Psikolinguistik, sebagai ilmu antar disiplin, antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik itu sendiri baru terlahir tahun 1954, yaitu saat terbitnya buku Psycholinguistics: A Survey of Theory and Research Problems yang ditulis oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Seboek, di Bloomington, Amerika Serikat.[3]
Dikatakan pula, Much of Psycholinguistics concerns itself with language processing, the aim being to describe how speakers manage to communicate with listeners and readers with writers. Study in this and related areas does not depend primarily upon linguistic theory-though it helps to know something of what language are and how they are constructed. [4]
Lebih jelas lagi dikatakan bahwa “ psycholinguistic is the study of the relationship between language and the mind ”, yang mencoba untuk menjawab bagaimana bahasa diproses melalui otak, bagaimana seseorang memperoleh bahasa, dan yang menarik bagaimana pemerolehan bahasa pada anak. Hubungan antara bahasa dan pikiran terjadi dalam waktu yang lampau (Past), sekarang (Present) dan yang akan dating (Future).[5]
Pada tahun 1965, Noam Chomsky mengemukakan sebuah teorinya bahwa pemerolehan bahasa pada seseorang atau anak sudah dibawa sejak lahir, karena ia dibekali dengan sebuah alat pemerolehan bahasa yang kemudian dikenal dengan Language Acquisition Device (LAD), semua anak akan memperoleh bahasa pada porsi yang sama, hal ini tidak ada hubungannya dengan faktor kognitif lainnya seperti IQ. Demikian pandangan kalangan Nativisme tentang pemerolehan bahasa yang diwakili oleh Noam Chomsky.
Tulisan ini mencoba menelaah secara kritis melalui analisis deskriptif akan peran Language Acquisition Device (LAD) yang dikemukakan oleh Noam Chomsky terhadap pemerolehan bahasa pada Anak.
Pemerolehan Bahasa
Ada dua pembahasan dalam teori pemerolehan bahasa, pertama pemerolehan bahasa pertama (B1) dan pemerolehan bahasa kedua (B2). Bahasa pertama, menurut para ahli psikolinguistik diperoleh dari orang tua kita sendiri yang disebut juga bahasa ibu, dimana proses ini terjadi sejak kelahiran hingga kira-kira menginjak usia 5 tahun. Berlanjut pada tahap pubertas (sekitar 12-14 tahun) hingga menginjak dewasa (sekitar 18-20 tahun), setelah tahapan ini anak akan terus dan tetap belajar bahasa pertamanya.[6]
Dikatakan juga, child language acquisition may be unique phenomenon[7], hal ini dikarenakan pemerolehan bahasa telah menjadi sebuah kajian yang terus berkembang, dan selalu melahirkan teori baru dari kajiannya.
Pemerolehan bahasa pertama ini dikenal sebuah teori yang mendasar yaitu hipotesis nurani (Innateness Hypothesis) yang menyebutkan bahwa pemerolehan bahasa sangat didukung adanya LAD (Language Acquisition Device) atau alat pemerolehan bahasa. Menurut Chomsky, LAD dimiliki oleh anak sejak lahir sehingga memungkinkannya memperoleh bahasa pertamanya. Disamping itu, LAD membuatnya mampu memperkirakan struktur bahasa.[8]
Sedangakan pemerolehan bahasa kedua dapat terjadi melalui berbagai cara, pada usia berapa saja, untuk tujuan bermacam-macam dan pada tingkat kebahasaan yang berlainan. Seperti yang dikutip oleh Rohmani Nur Indah dalam (Krashen dan Terrel) mengatakan bahwa pada umumnya pemerolehan B1 disebut akuisisi (acquisition) dan pelajaran bahasa B2 disebut pembelajaran (learning), pemerolehan lebih bersifat spontan sedangkan pembelajaran lebih bersifat terstruktur.[9]
Dalam proses pemerolehan bahasa ini baik bahasa pertama maupun bahasa kedua, juga dipengaruhi oleh memori yang ada di dalam otak, yang dapat membantu untuk mengingat sesuatu, misalnya kosakata dan sebagainya. Memori juga dapat berarti sebagai berikut:
‘Memory’ means many things to many people. The studies of memory are not restricted to the relatively simple situation of memorizing facts and figures, but extend into the development, nature, and pathology of the processes by which everything we know, including our language, is assimilated and kept available for use.[10]
Demory juga terbagi kedalam dua bagian, yaitu memori Jangka Pendek (Short Memory) dan Memory Jangka Panjang (Long Term Memory). Keduanya sangat membantu dalam mengingat apa yang telah sebelumnya kita ketahui.
Perkembangan bahasa yang terjadi pada anak ternyata mendapat perhatian sangat besar oleh para pakar dan ahli psikolinguistik. Salah satu pandangan yang telah mengkaji hal tersebut ialah Nativisme yang diwakili oleh Noam Chomsky.
Noam Chomsky adalah seorang Linguis Amerika yang dengan teori tata bahasanya yang terkenal dengan sebutan Generatif Transformatif, dia dianggap telah membuat sejarah baru dalam Psikolinguistik. Dalam sejarah perkembangan teorinya, ada empat fase di dalamnya. Pertama, fase Generatif Transformasi Klasik yang bertumpu pada buku Syntactic Structure (1957-1964), Kedua, Teori Standar, yang bertumpu pada buku Aspect of The Theory of Syntac (1965-1966), Ketiga, fase perluasan dari fase standar (1967-1972), dan Keempat, fase perluasan terakhir dari fase standar (1973-sekarang). Dari fase ini, Psikolinguistik sangat bersifat universal, karena srtuktur bahasa tidak dapat terpisahkan dari Manusia.[11]
Pandangan ini berpendapat bahwa selama pemerolehan bahasa pertama, anak-anak sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Dalam pandangan nativisme, lingkungan dianggap tidak mempunyai pengaruh dalam proses pemerolehan bahasa. Hal ini karena bahasa merupakan pemberian biologis sebagaimana yang disebut dalam hipotesis nurani.
Kaum Nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti peniruan (imitation). Jadi, pasti ada beberapa aspek penting sistem berbahasa yang sudah dimiliki manusia secara alamiah.
Kompleksitas bahasa berimbas pada munculnya kesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan dan pelaksanaan bahasa (performance). Manusia mempelajari bahasa dan makhluk selain manusia tidak dapat menguasai bahasa. Hal ini di dasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan atau bersifat genetic; pola perkembangan bahasa adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (bersifat universal); dan lingkungan hanya memiliki peranan kecil dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak usia empat tahun dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Teori nativisme ini diperkuat oleh Chomsky melalui penemuannya yang disebut alat pemerolehan bahasa atau Language Acquisition Device (LAD). Menurutnya semua anak dapat memperoleh bahasa dengan porsi yang sama karena telah dibekali alat tersebut, kemudian ia juga mengatakan pemerolehan bahasa itu tidak ada kaitan atau hubungannya dengan IQ atau kecerdasan seseorang. Sebaliknya jika alat tersebut mengalami kerusakan, maka akan muncul kekacauan berbahasa, atau penyakit bahasa, seperti pada anak autis dan apasia.[12]
Alat Pemerolehan Bahasa
Jika kita kembali memahami pengertian dari kajian psikolinguistik, maka akan kita dapatkan bahwa psikolinguistik mengkaji hubungan antara bahasa dan pemikiran. Pemikiran terdapat di dalam otak, dan otak memiliki miliaran struktur didalamnya. Salah satu bagian dari otak yang juga sangat berpengaruh terhadap proses pemerolehan bahasa pada semua orang, adalah Hemisfer kiri pada bagian otak manusia yang didalamnya terdiri dari korteks prefrontal, korteks cingulated anterior, dan girus parahippocampal.
Secara umum hemisfer melakukan penyimpanan yang dilewati melalui ingatan atau memori. Gangguan yang terjadi pada hemisfer sangat memungkinkan terjadinya kesulitan dalam peerolehan bahasa, khususnya dalam menyimpan memori. LAD adalah satu-satunya alat pemerolehan bahasa yang banyak memberikan pengaruh terhadap pemerolehan bahasa pada anak. Pada mulanya argumen para Nativis banyak mendapatkan kritikan dari kalangan ahli psikolinguistik lainnya, Behavioris menganggap faktor dariluar diri anaklah yang sangat berpengaruh terhadap proses pemerolehan bahasa. Stimulus dari luar sangat memperkuat pemerolehan bahasa pada anak.
Mengungkap Peran LAD Noam Chomsky
Pada point ini penulis mencoba menganalisis teori Nativisme, yang di kemukakan oleh Noam Chomsky melalui perantara Alat Pemerolehan Bahasa (LAD) atau disebut juga kotak hitam (Black Box), sejauh mana peran alat tersebut membantu proses pemerolehan bahasa pada Anak.
Pandangan ini berpendapat bahwa selama pemerolehan bahasa pertama, anak-anak sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Dalam pandangan nativisme, lingkungan dianggap tidak mempunyai pengaruh dalam proses pemerolehan bahasa. Hal ini karena bahasa merupakan pemberian biologis sebagaimana yang disebut dalam hipotesis nurani.
Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti peniruan (imitation). Jadi, pasti ada beberapa aspek penting sistem berbahasa yang sudah dimiliki manusia secara alamiah.
Teori nativisme ini diperkuat oleh Chomsky melalui penemuannya yang disebut alat pemerolehan bahasa atau Language Acquisition Device (LAD). Menurutnya semua anak dapat memperoleh bahasa dengan porsi yang sama karena telah dibekali alat tersebut, kemudian ia juga mengatakan pemerolehan bahasa itu tidak ada kaitan atau hubungannya dengan IQ atau kecerdasan seseorang. Sebaliknya jika alat tersebut mengalami kerusakan, maka akan muncul kekacauan berbahasa, atau penyakit bahasa, seperti pada anak autis dan apasia. Lebih jauh lagi, LAD juga akan sangat berperan dalam proses mental grammar pada Anak.[13]
Pada satu sisi penulis sepakat bahwa faktor bawaan sangat berpengaruh terhadap proses pemerolehan bahasa, namun disisi yang lain tidak dapat pula dikatakan bahwa lingkungan atau faktor eksternal pada diri seorang Anak tidak sama sekali mempengaruhi proses pemerolehan bahasa tersebut. Pada sisi ini penulis tidak sepakat dengan pandangan kaum Nativisme, sebagai contoh bagaimana jika seseorang itu hendak mempelajari bahasa kedua, bukankah bahasa kedua diperoleh melalui pembelajaran, sedangkan pembelajaran sangat membutuhkan respon-respon dari luar sebagai rangsangan untuk memproses kata atau kalimat, yang kemudian tersimpan dalam memori, dan di keluarkan melalui percakapan.
Dalam kajian Neuropsikolinguistik dan Psikolinguistik terdapat kesamaan dalam objek kajaiannya, dimana kedua bidang ini memberikan perhatian terhadap pengaruh atau hubungan otak dalam proses pemerolehan bahasa. Hemisfer juga bagian yang terdapat di dalam otak, sama dengan memori, sama juga dengan LAD, jadi proses pemerolehan bahasa itu tidak cukup jika hanya dikatakan faktor genetik yang bersifat alamiah yang menjadi alat utama dalam pemerolehan bahasa. Namun, banyak sekali faktor bawaan yang terdapat di dalam struktrur penampang otak kita.[14] Perihal bagaimana otak manusia menghasilkan dan memproses bahasa dikaji dalam Neuropsikolinguistik sebagai perkembangan dari psikolinguistik.
Dalam kasus yang terjadi pada peristiwa kecelakaan yang di alami oleh Wernicke, mengakibatkan operasi pada bagian cortex otaknya, namun kemampuan berbahasanya tidak mengalami kerusakan, dari sisni dapat dikatakan, bahwa kemampuan berbahasa tidak mutlak dipengaruhi oleh satu area otak saja.
Proses pemerolehan bahasa pada Anak dari satu sisi mungkin dipengaruhi oleh alat pemerolehan bahasa seperti yang dikemukakan oleh Chomsky, namun disisi yang lain ada banyak aspek yang mempengaruhinya.
Dari paparan diatas, dapat di simpulkan bahwa pandangan kalangan Nativisme, khususnya yang diwakili oleh Noam Chomsky memiliki kontribusi yang sangat positif dalam perkembangan kajian ilmu Psikolinguistik dengan berbagai bidang kajian di dalamnya.
Para Nativis beranggapan Alat Pemerolehan Bahasa sangat berperan penting dalam proses pemerolehan bahasa pada Anak. Namun, ada beberapa kalangan yang tidak sependapat dengan pemahaman Nativisme, seperti halnya Behaviorisme. Keduanya memiliki sisi benar dan kurang akurat, nativis menganggap hanya alat pemerolehan bahasa saja yang utama berperan dalam pemerolehan bahasa, lain lagi behavioris yang bertitik balik dengannya.
Tidak menutup kemungkinan memang, perkembangan temuan dan kajian ini akan terus mengalami perkembangan dan melahirkan teori-teori baru.
[1] Rohmani Nur Indah dan Abdurrahman, Psikolinguistik Konsep dan Isu Umum, (UIN Press: Malang, 2008), h. 3
[2] Ibid., h. 6.
[3] Ibid., h. 8-9.
[4] Di ambil dari diktat mata kuliah Psikolinguistik lebih jelas baca bukunya Thomas Scovel, Introduction to Language Study Psycholinguistics, (Oxford University Press: Oxford, 2004), h. 92-93.
[5] Noam Chomsky, Language and Mind, (Cambridge University Press, Third Edition: New York, 2006), h.1-26. Baca juga bukunya yang berjudul Of Minds and Language: A Dialogue with Noam Chomsky in The Bosque Country, (Oxford University Press: New York, 2009), h. 44.
[6] Rohmani Nur Indah dan Abdurrahman, Psikolinguistik., h. 69.
[7] Steven H.McDonough, Psychologi In Foreign Language Teaching, (George Allen and Unwin Publisher: London, 1981), h. 96.
[8] Rohmani Nur Indah dan Abdurrahman, Psikolinguistik., h. 69-70.
[9] Baca S.D.Krasen, Second Language Acquisitionand Second Language Teaching, (Pergamon Press Ltd. : Oxford, 1981).
[10] Steven H.McDonough, Psychologi In., h. 59.
[11] Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik, (PT. Rineka Cipta: Jakarta, 2009), h. 56, h. 222.
[12] Ibid., h. 76.
[13] Lihat Noam Chomsky, Aspects of The Theory of Syntax, (The M.I.T Press: Cambridge, Massachusetts, 1965).
[14] Baca Arifuddin, Neuropsikolinguistik, (PT. Rajagrafindo Persada: Jakarta, 2010).