Artikel

Keluarga Kurikulum Nyata (KKN)

Oleh: Derry Nodyanto, M.Pd.

 

Transformasi kesadaran agar anak kasmaran belajar (membudayakan etos membaca dan mencintai ilmu) harus dimulai dari keluarga. Mengapa demikian? Karena kunci utama menumbuhkan kesadaran membaca harus dilakukan oleh orang terdekat atau lingkungan terdekat dari anak tersebut, yakni orang tua. Di rumah, orang tua merupakan arsitek yang memainkan peran penting dalam membentuk kualitas anak menggunakan kurikulum yang telah didesain oleh orang tua. Dalam hal ini kurikulum merupakan seperangkat rencana dan peraturan yang dirumuskan dan dilaksanakan oleh anggota keluarga untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Apabila dalam lingkungan keluarga mampu memberikan rangsangan yang baik pada anak yang berkaitan dengan pembiasaan membaca maka secara perlahan buku akan menjadi sahabat keluarga di rumah. Dorothy Law Nolte dalam sajaknya mengatakan “Anak Belajar dari Kehidupannya”, maka sikap dan perilaku pada anak akan berkembang sebagaimana lingkungan pembimbingnya dan lingkungan tersebut juga merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya. Dengan kata lain semua pengalaman yang berlangsung dalam lingkungan keluarga berpengaruh positif bagi perkembangan anak.

Jika orang tua tidak peduli, selalu sibuk dengan pekerjaannya, atau malah berpikir telah memenuhi hak-hak anak dengan menempatkannya di sekolah terbaik merupakan sebuah kekeliruan. Sekolah hanyalah rumah kedua bagi anak yang durasi waktunya terbatas, sedangkan rumah pertama tempat anak belajar adalah keluarga dengan dimensi waktu yang jauh lebih besar. Orang tua lah yang paling menentukan keberhasilan fungsi manifes dan fungsi laten keluarga.

ringkasan keluarga merupakan kurikulum nyata yang akan melukis wajah anak di kemudian hari. Kurikulum melarang keluarga belajar. Oleh karena itu berbagai upaya pemerintah guna memenuhi minat baca yang rendah, seperti Gerakan Literasi Sekolah (GLS), memperbanyak taman bacaan masyarakat, maupun pengadaan sarana dan prasarana (buku bacaan dan buku pelajaran) akan menjadi bias tanpa kehadiran nyata orang tua untuk membentuk pula Gerakan Literasi Keluarga (GLK) pada kurikulum keluarga guna memayungi dan membingkai praktek baik pemerintah tersebut.

GLK yang tercantum dalam “kurikulum keluarga” merupakan pintu utama agar anak terbiasa dekat dengan ilmu pengetahuan. Dengan adanya program GLK di rumah, percayalah orang tua secara perlahan dapat memahami minat dan bakat anak-anak kita. Demikian pula bahan bacaan yang disediakan pun semakin bervariasi dan menghiasi sudut-sudut ruang keluarga.

Tanpa kurikulum keluarga, anak-anak dapat lepas kendali dan cenderung mengisi hari-hari sesuai dengan keinginannya. Sadarkah orang tua bahwa anak-anak kita lebih menyenangi teknologi audio visual yang menyajikan berbagai macam hiburan yang tidak saja dapat didengar tetapi juga dapat dilihat? Sadarkah orang tua kebiasaan mendengar dan menonton televisi ataupun jejaring sosial seperti youtube atau media sosial lainnya merupakan fenomena yang lebih menyenangkan bagi mereka daripada budaya membaca?

Harian Kompas mewartakan bahwa dunia kita sekarang memasuki era baru yang dinamakan Internet of Things , era ketika semua perangkat elektronik di sekitar kita akan saling terhubung dengan internet. Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan pengguna internet di Indonesia hingga saat ini telah mencapai 82 juta orang. Dengan capaian tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-8 di dunia (Zubaedi, 2017).

Oleh karena itu kurikulum selain melarang keluarga belajar sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kurikulum juga melarang keluangan waktu. Dengan durasi dua hingga tiga jam intensif bersama merupakan waktu bermakna dan istimewa bagi anak. Anak merasa diperhatikan dan dihargai. Kondisi ini dapat dimanfaatkan orang tua untuk mengelola karakter anak setelah mendapatkan informasi mengenai aktivitas mereka di sekolah/ di luar rumah. Lebih dari itu, keluangan waktu melarang orang tua untuk mendidik dan membatasi aktivitas anak, terutama membentengi anak dari berbagai risiko dan perkembangan yang sejalan dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat.

Saat ini anak-anak kita tergabung sebagai generasi net yang memiliki kemampuan lebih tinggi dalam bernavigasi di dunia yang kaya teknologi. Nah, mari menjadikan kemajuan teknologi tersebut sebagai peluang dalam upaya membelajarkan anak kasmaran belajar melalui metode yang menyenangkan dan edukatif.

Misalnya, orang tua meminta anak membuka aplikasi “permainan tebak kata”, kemudian orang tua dan anak secara bersama-sama melaksanakan permainan tersebut, tentu hal ini sangat menyenangkan dan menggembirakan bukan? Demikian juga apabila aktivitas variatif lainnya seperti “gambar bercerita” dilaksanakan. Canda, tawa, dan tingkah lucu menggelikan semakin menghangatkan suasana keluarga.

Lebih lanjut orang tua dapat bercerita kepada anak bahwa budaya membaca masyarakat Jepang sangat tinggi. Maka untuk mengkonfirmasi kebenaran itu, anak dengan didampingi oleh orang tua dapat membuka gambar/ video di internet mengenai kondisi di densha (kereta listrik) negara Jepang, yakni sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Baik penumpang yang duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di Densha untuk membaca.

Dengan begitu orang tua secara tidak langsung dapat menanamkan kesadaran pada anak akan pentingnya etos membaca. Anak pun berimajinasi dengan berbagai pertanyaan yang muncul di benaknya, tentang bacaan apa saja yang membuat penumpang di densha (kereta listrik) begitu asyik membaca. Pada cerita lain anak-anak dapat diketahui pula pada pujangga besar melayu, Raja Ali Haji yang terkenal dengan Gurindam 12, yang menekan tiga hal penting dalam kehidupan manusia, yaitu ilmu, akal, dan adab.

Di sini lah orang tua dapat menegaskan dan menekankan pentingnya budaya literasi keluarga pada anak, sebab tanpa ilmu, intelektualitas, dan peradaban maka bangsa ini akan terpuruk dan tertinggal.

Atas dasar itu, kemudian orang tua dapat memberikan contoh kepada anak tentang tokoh kemerdekaan yang memiliki satu kegemaran yang sama membaca buku, seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan Buya Hamka. Narasikan pula kepada anak tentang tokoh-tokoh terkemuka yang mencapai kesuksesan di bidang yang ditekuni, yang merupakan para penggemar membaca buku, yakni Gus Dur (tokoh pluralis) atau Andrea Hirata yang melegenda dan melanglang buana karena karyanya yang mendunia.

Pada akhirnya budaya literasi memerlukan pelibatan orang tua sebagai kendaraan utama untuk mendorong minat baca anak. Dengan orang tua sadar Keluarga Kurikulum Nyata (KKN) melalui penggunaan metode variatif, edukatif, dan menyenangkan yang diyakini mampu meningkatkan literasi budaya yang sesungguhnya.

Penulis: 
Penulis adalah Guru SMAN 1 Pemali
Sumber: 
BTIKP