Artikel

Dampak Pengembangan Kepribadian Guru dan Pengaruhnya pada Pembelajaran

Oleh : Etty Yusrika Fitri, M.Pd.

 

Guru merupakan profesi yang bergerak dan bertugas mewujudkan cita-cita negara di bidang pendidikan. Pada proklamasi kemerdekaan dikumandangkan tujuan negara yang salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam tugasnya, terdapat beberapa kometensi yang wajib dimiliki oleh pendidik. Kompetensi tersebut meliputi kepribadian, sosial, pedagogik, dan professional. Empat kompetensi ini bersifat integral dan komprehensif sehingga melalui paduan antar kompetensi tersebut mampu melejitkan potensi peserta didik. 

Guna mencetak generasi emas yang diharapkan akan menjadi bonus demografi di tahun 2030 – 2045 bagi Indonesia. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk membentuk generasi unggul yang akan menjadi Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu upaya di bidang pendidikan tersebut adalah meningkatkan kualitas guru melalui pelatihan, workshop, dan training.  Ada banyak pendidikan dan pelatihan baik itu yang diselenggarakan oleh pemerintah, pihak swata ataupun kolaborasi pemerintah dengan pihak swasta untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Umumnya pelatihan-pelatihan tersebut dilaksanakan untuk meningkatkan professional guru dan pedagogik. 

Ditambah lagi dengan kemajuan zaman di era revolusi industri 4.0, mencetak generasi yang mampu menguasai teknologi dan melaksanakan pembelajaran menggunakan media digital menjadi keniscayaan dalam pembelajaran abad 21. Berkaitan dengan itu, pelatihan-pelatihan berfokus pada peningkatan kemampuan guru dalam menggunakan teknologi untuk mengelola pembelajaran dan menyampaikan materi ajar. Tentunya ini sebuah keharusan agar dapat mendidik peserta didik sesuai zamannya. Namun ada hal yang tak bisa luput dari diri guru agar dapat sukses dalam melaksanakan pembelajaran yaitu kompetensi kepribadian.

Kompetensi keribadian merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki guru. Kompetensi ini ibarat lem yang dapat merekatkan tiga kompetensi lainnya menjadi satu kesatuan (tidak parsial). Kompetensi kepribadian adalah nilai utama yang melekat pada diri guru yang akan berdampak pada pedagogik, professional, dan sosial. Kompetensi kepribadian guru dibentuk oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terdapat tiga faktor yang memepengaruhi terbentuknya kepribadian yakni faktor keturunan (Genetic), lingkungan (Environment), dan pengalaman (Experience). 

Faktor pertama ialah keturunan atau genetik. Ada pepatah dalam masyarakat bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pepatah menjadi istilah sehari-hari ketika kita menyaksikan sifat atau karakter kepribadian seseorang yang tidak jauh berbeda dari sifat orang tuanya. Fenomena ini menunjukkan kepribadian terbentuk karena ada intervensi faktor genetik atau keturunan. Faktor ini kemudian dikenal dengan istilah hereditas. Hereditas merupakan totalitas dari karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak. Hereditas dapat juga dipahami sebagai segala daya atau potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki oleh individu (anak). Pada proses genesanya, hereditas mulai terbentuk  sejak masa konsepsi. Masa ini adalah start proses pewarisan karakter dari kedua orang tua melalui gen. Faktor hereditas yang mempengaruhi kepribadian misalnya berupa watak atau temperamen, tingkat kecerdasan, postur fisik tubuh, warna kulit dan rambut, dan bahkan penyakit. 

Selanjutnya, faktor kedua yang mempengaruhi kepribadian adalah lingkungan (environment). Lingkungan merupakan kondisi sekitar baik itu fisik dan sosial yang mempengaruhi tumbuh kembang seseorang. Berkaitan dengan lingkungan ini, terdapat interaksi langsung dengan lingkungan tempat ia berada yang kemudian mempengaruhi kepribadian seorang guru. Adanya interaksi dengan lingkungan membuat seseorang memahami keinginan sosial (social detail ability) sehingga seseorang akan secara stabil berubah ke tingkat pribadi yang lebih dewasa dan dapat menyesuaikan diri. 

Semakin dewasa seseorang, maka akan semakin matang akal pikirnya daripada egonya. Inilah sebenarnya konsep dewasa dalam Islam yang dikenal dengan istilah aqil baligh. Istilah aqil baligh umumnya dipahami sebagai usia dewasa yang ditandai dengan gejala fisik seperti mentsruasi pada perempuan dan adanya perubahan jakun pada laki-laki. Padahal konsep Aqil Baligh sesungguhnya  tidak hanya melibatkan faktor fisik, namun juga kepribadian pada kata Aqil (kematangan dalam akal pikir). Pada tahap dewasa, seseorang akan memiliki kecenderungan sikap yang penuh kehati-hatian dan kepribadian yang mudah sepakat atau setuju dengan menapikan ego yang ada. Kepribadian ini semakin tampak seiring usia yang kemudian akan membentuk kestabilan emosi seseorang. 

Dalam teori psikologi sosial, kepribadian berkaitan erat dengan pola penerimaan lingkungan sosial terhadap seseorang. Seseorang yang memiliki kepribadian sesuai dengan pola yang dianut masyarakat di akan mengalami penerimaan yang baik. Sebaliknya, kepribadian seseorang yang tidak sesuai atau bahkan tidak selaras dengan pola yang dianut lingkungannya, maka akan terjadi penolakan dari masyarakat. Demikian juga, dampak kepribadian guru terhadap lingkungan di organisasi satuan pendidikannya. Interaksi yang terjadi di lingkungan kerja juga menyebabkan perubahan peran yang menyebabkan seorang guru berusaha mencapai ekspektasi dari perannya sebagai pendidik. 

Faktor ketiga yang selanjutnya membentuk kepribadian adalah pengalaman (experience).  Secara psikologi, seseorang memiliki kecenderungan memilih pengalaman yang sesuai dengan karakter dasarnya. Akibat pengalaman tersebut maka karakternya menjadi semakin kuat sebagai contoh seseorang yang memiliki kepribadian ekstrovert akan melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan melaksanakan pembelajaran dengan model dan media pembelajaran yang disukainya. Begitupun sebaliknya, guru yang memiliki kepribadian introvert akan menyesuaikan pembelajaran dengan kepribadiannya. Oleh karena itu, perlunya pengembangan kepribadian guru agar dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran sesuai kebutuhan siswa.

Pengembangan kepribadian guru ini sangat urgen dalam pelaksanaan tugasnya sebagai agen of change. Penerapan pengembangan kepribadian guru dalam mengelola pembelajaran akan membekali siswa untuk menjadi anggota masyarakat. Perlunya pengembangan kompetensi kepribadian bagi pendidik akan meningkatkan kualitas pedagogik dan profesionalnya. Implikasi pengembangan kepribadian guru terimplementasi pada metode, strategi, model, dan media pembelajaran. Sehingga pembelajaran bukanlah berpusat pada egosentris guru, namun menyesuaikan karakteristik peserta didik. Dampak pengembangan kepribadian pendidik meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola ego dan emosinya sehingga dapat melayani peserta didik seutuhnya. 

Di sinilah peran seorang guru dalam ‘menghamba’ kepada peserta didik yakni melayani seutuhnya demi keberhasilan pembelajaran dan berkembangnya potensi peserta didik. Pengalaman-pengalaman belajar yang dirancang oleh guru akan menguatkan kepribadian peserta didik. Oleh karena itulah, guru perlu mengembangkan kepribadian sehingga dapat menjadi contoh yang patut diteladani, digugu, dan ditiru oleh peserta didik (siswa). 
 

Penulis: 
Penulis adalah Guru SMA Negeri 1 Riau Silip
Sumber: 
BTIKP