Artikel

Masyarakat Belajar Kunci Pembangunan Pendidikan

Oleh: Derry Nodyanto

Sebagaimana asumsi di atas demikian juga beragam perbendaharaan definisi tentang pendidikan pada hakekatnya dibangun dalam koridor filosofis dengan implementasi logis adaptif. Kultur pendidikan era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar karena menyasar ruang lingkup hidup yang lebih besar dan bukan semata-mata untuk hari ini melainkan untuk masa depan berkelanjutan. Dengan demikian diperlukan kecermatan untuk mengidentifikasi berbagai tantangan masa depan sebagai dasar membuat kebijakan pendidikan yang berorientasi masa depan.

Salah satu tantangan tersebut menurut penulis berkaitan dengan masyarakat belajar. Mengapa masyarakat belajar menjadi salah satu tantangan sekaligus kunci pembangunan pendidikan? Dalam bahasa sederhana, bagaimana kita mampu menyalakan api semangat dan api kreativitas pada orang lain sedangkan keinginan meningkatkan kualitas diri masih rendah? Bagaimana mampu membangkitkan potensi generasi sedangkan diri tumpul potensi? Bagaimana mampu memfasilitasi perubahan sedangkan diri takut akan perubahan? Bagaimana mampu berkontribusi sedangkan diri minim referensi dan tak dekat literasi?

Masyarakat belajar dibangun dan dimulai dari semangat belajar sebagai prasyarat berkembangnya sikap dan suasana hati sehingga memiliki keinginan akan keingintahuan. Dengan semangat belajar maka akan menumbuhkan rasa percaya diri yang diselimuti sikap optimis untuk mengaktualisasikan diri karena dibekali dengan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan atas dasar kebutuhan yang dibutuhkan.

Disini pula maksud penulis yang disebutkan pada paragraf sebelumnya berkaitan dengan hakekat pendidikan yang dibangun dalam koridor filosofis dengan implementasi logis adaptif. Pendidikan tak bisa diartikan sebatas pada dinding-dinding kelas atau transfer ilmu melainkan mampu menerobos kesenjangan (jurang pemisah) yang terjadi selama ini berupa ketidaklinearan antara pendidikan dan kesempatan dunia kerja. Apabila interpretasi pendidikan sebatas memperoleh pengetahuan maka kecanggihan teknologi saat ini tidak lagi menjadi hambatan sebab akses internet menyediakan segala macam pengetahuan itu. Lebih dari itu pendidikan mengisyaratkan keleluasaan berpikir dalam memberdayakan segenap potensi yang dimiliki sehingga tak mudah terjebak pada kondisi formalistik yang tak kontekstual dengan lingkungan sekitar.

Mulyasa (2014:16) mengatakan masyarakat Indonesia masa depan, tanpa memandang usia dan tingkat pendidikannya adalah masyarakat yang harus memiliki kehendak, kemauan, dan kemampuan untuk belajar atas prakarsanya sendiri secara terus menerus dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hal ini diperkuat dengan pendapat  Sumardianta dan Sarasvati (2016) ”bangsa pemenang tidak diisi oleh manusia-manusia yang memonopoli pengetahuan, tetapi manusia-manusia yang kasmaran belajar”. 

Asumsi di atas menandakan masyarakat belajar merupakan kunci pembangunan pendidikan. Dengan masyarakat belajar akan menjadikan kita memiliki daya saing tinggi dan tangguh untuk berkompetisi dalam komunitas global. Dengan masyarakat belajar menempatkan kualitas sumber daya manusia sesuai permintaan pasar. Sebaliknya tanpa masyarakat belajar menjadikan berbagai kelemahan pada sebuah bangsa, antara lain rendahnya kompetensi lulusan, minimnya produktivitas karya, maraknya plagiasi dan lain-lain. Mengapa beberapa contoh kelemahan di atas menjadi fenomena yang kerap terjadi?

Jawabannya tak lain ialah karena sikap dan suasana hati yang tidak memiliki keinginan akan keingintahuan dan tidak percaya diri. Cepat berpuas diri sehingga menempatkan diri pada kondisi stagnan dan ketertinggalan. Mirisnya lagi kekeliruan kita mengantisipasi keterkaitan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja (lemahnya masyarakat belajar) menjadikan kita belum mampu menyediakan sumber daya manusia kompeten dalam jumlah yang memadai sesuai tuntutan zaman.

Padahal untuk menghadapi perubahan kehidupan global, jauh sebelumnya UNESCO telah meletakkan landasan perubahan yang kita kenal dengan empat pilar pendidikan yakni belajar mengetahui (learning to know), belajar terampil melakukan sesuatu (learning to do), belajar mengaktualisasikan diri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together). Termasuk pula  kultur belajar sepanjang hayat (life long learning).

Ini berarti jika kita telaah dengan seksama maka kita akan menemukan hakekat pendidikan itu sendiri yakni mendorong lahirnya masyarakat belajar yang senantiasa belajar dan terus belajar guna membekali diri agar memiliki kecakapan hidup sebagaimana direkomendasikan oleh UNESCO. Pada masyarakat belajar melekat visi yang jelas, komitmen kuat, disiplin tinggi dan kerja keras menuju perubahan dan menyesuaikan dengan kehidupan global.

Intinya pembangunan pendidikan Indonesia harus mendorong terciptanya masyarakat belajar. Oleh karena itu merujuk pada pengalaman empirik dan kecermatan mengidentifikasi tantangan masa depan itupula mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mas Nadiem Makarim melakukan pembaruan pendidikan berupa arah kebijakan “Merdeka Belajar” yang kita kenal saat ini. Paradigma merdeka belajar sebagaimana diungkapkan oleh Mas Menteri tak lain adalah menghormati perubahan yang harus terjadi agar pembelajaran itu mulai terjadi di berbagai macam sekolah.

Paradigma tersebut sejalan dengan cita-cita Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara yang menekankan bahwa” setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah. Pendidikan tidak berhenti pada bangunan sekolah saja, melainkan juga di rumah, di jalan, dan dimana-mana”.

Dengan demikian dapat kita simpulkan hakekat merdeka belajar sejalan dengan masyarakat belajar itu sendiri. Ketika bangsa ini mampu menempatkan masyarakat belajar sebagai upaya pembiasaan dan kesadaran menyongsong perubahan,  maka sesungguhnya kita sedang berikhtiar meningkatkan kualitas sumber daya manusia sekaligus memadupadankan keterkaitan pendidikan dengan kebutuhan pembangunan (link  and match) guna merespon dinamika masa depan.

Pada akhirnya mari kita dukung program kebijakan merdeka belajar  dengan pelibatan semua pihak untuk menjadi manusia pembelajar sehingga kita mampu mewujudkan mimpi besar menjadi bangsa pemenang dengan senantiasa kasmaran belajar. Aamiin.

Penulis: 
Penulis adalah Guru SMAN 1 Pemali
Sumber: 
BTIKP